JAKARTA-Kepala Staf Kepresidenan RI Jenderal TNI (Purn) Dr.Moeldoko menghadiri peringatan Nuzulul Qur’an sekaligus peringatan Hari Lahir...
JAKARTA-Kepala Staf Kepresidenan RI Jenderal TNI (Purn) Dr.Moeldoko menghadiri
peringatan Nuzulul Qur’an sekaligus peringatan Hari Lahir Pancasila di Kantor
Pusat Gerakan Pemuda Ansor, Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat, Sabtu (2/6)
malam.
Turut hadir dalam acara tersebut adalah
Ketua Umum GP Ansor Yaqut Cholil Qoumas dan tokoh senior NU yang juga mantan
Wakil Kepala Badan Intelijen Negara KH As’ad Said Ali serta ratusan pengurus
dan anggota Ansor yang datang dari berbagai daerah.
Moeldoko mengaku bahagia bisa
bersilaturahmi dalam peringatan hari yang luar biasa tersebut dengan anak-anak
muda NU yang kecintaannya terhadap bangsa dan negara tak perlu dipertanyakan
lagi. Mengambil tema “Al-Qur’an Suci Pancasila Sakti”, acara peringatan
tersebut juga diwarnai dengan apresiasi Mantan Panglima TNI tersebut terhadap
Ansor.
“Organisasi Ansor dan Banser ini luar biasa. Tidak hanya luar biasa, tapi juga ‘biasa di luar’,” kelakarnya.
“Organisasi Ansor dan Banser ini luar biasa. Tidak hanya luar biasa, tapi juga ‘biasa di luar’,” kelakarnya.
Moeldoko pun kemudian
menerjemahkan istilah “biasa di luar” yang diemban oleh Ansor dan Banser ini
sebagai kiprah para anggotanya dalam kegiatan sosial di luar organisasi, peduli
terhadap sesama yang membutuhkan, mengamankan saudara sebangsa yang sedang
beribadah, termasuk bersilaturahmi dengan berbagai kelompok masyarakat.
Moeldoko juga memaparkan korelasi antara
agama dan Pancasila dalam konteks bernegara.
“Hubungan antara agama dengan Pancasila
adalah hubungan yang saling memperkuat. Bukan saling bertentangan. Konsep
Pancasila digali dari nilai-nilai yang luhur,” katanya.
Ia menambahkan bahwa nilai-nilai di
dalam Pancasila dapat dipahami dalam tiga tataran, yakni nilai filosofis, nilai
instrumentalia, dan nilai pragmatis.
Sebagai nilai instrumentalia misalnya,
Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum yang berlaku dalam negara
hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. “Pancasila dijadikan rujukan untuk
membuat konstitusi dan aturan-aturan hukum di bawahnya,” terang pria kelahiran
Kediri itu.
Moeldoko menyadari bahwa belakangan ini
relevansi Pancasila dalam kehidupan sehari-hari mulai diusik dan dipertanyakan.
“Masih validkah Pancasila itu?
Pancasila tentu saja masih valid dalam berbagai dinamika sosial, dinamika
politik, dan dinamika persaingan global. Kita tidak perlu khawatir. Pancasila
adalah ideologi yang terbuka, ideologi yang dinamis. Bagaimana
mengejawantahkan, itu bisa disesuaikan dengan perkembangan lingkungan. Karena
sifatnya yang terbuka, diskursus tentang hal itu pasti akan terjadi. Silakan
mendiskursuskan Pancasila. Syaratnya, kuatkanlah ideologi kita terlebih dahulu.
Kalau tidak kuat, justru kita bisa dimakan atau termakan,” lanjut Moeldoko.
Di hadapan para anggota Ansor dan Banser, Moeldoko kemudian lebih memilih menjelaskan berbagai kebijakan yang dilakukan oleh pemerintahan Jokowi-JK ketimbang membincangkan konsep bela negara atau Pancasila.
Di hadapan para anggota Ansor dan Banser, Moeldoko kemudian lebih memilih menjelaskan berbagai kebijakan yang dilakukan oleh pemerintahan Jokowi-JK ketimbang membincangkan konsep bela negara atau Pancasila.
“Itu seperti menggarami lautan.
Konsistensi perjuangan NU, Ansor, dan yang dijalankan oleh anggotanya di
lapangan dalam menjaga kedaulatan dan membela NKRI sudah terbukti dan teruji,”
katanya.
Moeldoko menggambarkan, dalam konteks keadilan sosial sebagaimana tertuang pada sila ke-5 Pancasila, apa yang dilakukan oleh Presiden Jokowi adalah bagian dari perwujudan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Moeldoko menggambarkan, dalam konteks keadilan sosial sebagaimana tertuang pada sila ke-5 Pancasila, apa yang dilakukan oleh Presiden Jokowi adalah bagian dari perwujudan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
“Pembangunan sekarang lebih merata dan
bergerak ke timur sehingga pembangunan menjadi lebih seimbang. Begitu juga
dengan tekad Presiden Jokowi mewujudkan kebijakan ‘BBM Satu Harga’ di seluruh
tanah air. Begitu juga dengan adanya kartu pendidikan dan kesehatan dalam
bentuk KIP dan KIS. Belum lagi pembagian sertifikat tanah untuk masyarakat,
termasuk sertifikat untuk masjid dan pesantren,” pungkas Moeldoko. (dir)
COMMENTS